PERCIKAN HATI

PERCIKAN HATI

Jumat, 04 November 2011

MENCARI KEBENARAN ALLAH & ALQURAN

Aku bersaksi tiada Tuhan (yang patut disembah) selain Allah dan aku bersaksi Muhammad (itu) Pesuruh Allah"
 
Sungguh suatu kalimat penyaksian yang sangat sempurna, tetapi apakah penyaksian itu sudah benar adanya?
Apakah benar kita sudah bersaksi langsung kepada Allah dan menyaksikan langsung keberadaan Allah? Jikalau belum kita menyaksikan langsung keberadaan Allah apakah bukan berarti kita telah bersaksi palsu? dan bagaimanakah hukum orang yang bersaksi palsu?
Kalau begitu siapakah Allah?
Bagaimanakah Allah?
dan dimanakah Allah?
Apakah Allah itu wujud dan benar adanya?
Dimanakah kebenaran Allah yang sebenarnya?
Apakah di dalam diri kita ataukah di luar diri kita?, kalau di dalam diri kita seperti yang tertulis di dalam Al-Qur'an bahwa Allah itu lebih dekat dari urat leher kita, sebenarnya siapakah diri kita dan bagaimanakah hubungan kita dengan Allah dan kenapa Allah turunkan Al-Qur'an kepada manusia?
Apakah Allah turunkan Al-Qur'an dalam bentuk lisan ataukah tulisan? dan kalau dalam bentuk tulisan apakah arti dari pada tulisan itu serta apa arti dan maksud serta tujuan Allah menciptakan huruf-huruf Aliif sampai dengan huruf Yaa jadi apa bedanya kitab Al-Qur'an dengan Kitabullah?, lalu dimanakah letaknya Al-Qur'an pada manusia? sehingga sampai Al-Qur'an itu dimuliakan dan sampai dijunjung tinggi bahkan membacanya pun sampai dilagukan bahkan diperlombakan.
Hal-hal ini telah membuat aku bingung dan hilang pegangan karena kebenaran-kebenaran yang ada di antara kesemuanya baik Allah, manusia dan Al-Qur'an telah menjadi pudar.
Di mana kebenaran Allah berada dan dimana kebenaran manusia berada serta dimana kebenaran Al-Qur'an berada kesemuanya sudah mulai pudar dan akhirnya kalau semuanya sudah mulai pudar bagaimanakah kejadian alam semesta ini? Karena masing-masing manusia berpegang pada kebenarannya sendiri-sendiri dengan mengaku kebenaran Allah berada di dalamnya. Padahal diri sendiri tidak tahu dimana dan bagaimana sebenarnya kebenaran Allah itu. Karena kalau seumpamanya sampai mereka mengetahui kebenaran Allah yang sebenarnya maka dunia ini tidak akan terjadi kekacauan dan tidak akan terjadi peperangan.
Keamanan dalam negeri dan luar negeri akan terjamin karena Allah itu bersifat Rahmaan dan Rahiim.  Peperangan dan kekacauan, kekerasan dan kedholiman tidak akan terjadi, karena semua manusia berpegang pada satu yaitu Aqidah atau Keyakinan.
Apabila aqidah itu sudah ditanamkan pada suatu tempat yang paling tinggi di muka bumi ini maka akan tercapailah kedamaian dan apa yang kita cari selama ini.
Kenapa di dalam Rukum Islam yang ke lima (5) kita diperintahkan menunaikan Ibadah Hajji? Dan kenapa kita menunaikan Ibadah Hajji harus ke Tanah Suci?  Dan kenapa kita tidak membuat Ka'bah itu lebih dari satu?  Agar manusia tidak menemui kesulitan untuk menunaikannya.
Seperti umpamanya di Indonesia didirikan Ka'bah, di Arab didirikan satu Ka'bah, di Eropa didirikan satu Ka'bah dan seterusnya.
Kalau begitu Allah telah mempersulit manusia untuk menunaikn rukun Islamnya yang ke lima (5) dan berarti di mana letaknya kebenaran Allah?  Apakah ibadah Hajji itu hanya untuk orang-orang yang mempunyai uang saja dan orang-orang miskin tidak bisa melaksanakannya? Dan haruskah menunaikan ibadah Hajji itu ke Mekkah?  Dan begitu pentingkah arti Ka'bah bagi manusia?  Jadi apa sebenarnya Ka'bah itu?  Sehingga seluruh manusia di muka bumi ini harus berkiblat atau menghadapkan sujudnya kearah Ka'bah?
Wahai....seluruh umat Islam di muka bumi ini, yang telah mengaku bersyahadah dengan kalimat Tauhid "Asyhadu an La ilaha ila Allah wa asyhadu ana Muhammad Rasulullah'' marilah bergabung bersama kami untuk mencari kebenaran-kebenaran itu semua karena sesuai dengan syariat rukun Islam yang kelima (5) menunaikan ibadah haji jika mampu dan bersama-sama kita berjalan menuju Ka'bah untuk mempersatukan aqidah, karena aqidah itu hanya satu dan Ka'bah itu pun hanya satu dan pemiliknya hanya satu. Satu maksud, satu tujuan, dan satu kebenaran yaitu Kebenaran Allah.
Kita buka diri kita agar mengerti siapa diri kita, kita buka Al-Qur'an agar mengerti apa dan siapa Al-Qur'an dan kita buka Allah agar mengerti siapa itu Allah, dan akhirnya kita akan menemukan kebenaran Allah yang hakiki bahwa yang benar adalah Allah bukanlah kita sebagai manusia.
Janganlah mengaku diri sendiri sudah mempunyai ilmu padahal sebenarnya adalah kosong karena tidak ada satu mahluk di dunia ini yang mempunyai ilmu selain dari pada Allah karena ilmu itu milik Allah dan manusia hanya sekedar diberi pengetahuan (bukan ilmu) agar mengerti dan mencari kebenaran manusia itu sendiri dan kebenaran Al-Qur'an dan kebenaran Allah dan yang terakhir adalah kebenaran dari pada Dzat-Nya.
"Barang Siapa yang mengenal dirinya maka dia akan mengenal Tuhannya" dan barang siapa yang sudah mengenal Tuhannya berarti dia sudah bersyahadah (menyaksikan) LA ILAHA ILA ALLAH, dan barang siapa yang sudah bersyahadah berarti dia sudah Islam dan Allah akan mengatakan (bahwa) "Hari ini telah Ku sempurnakan nikmatmu dan Aku (Allah) ridho Islam-lah agamamu".
Tidak ada yang bisa berjalan di muka bumi ini tanpa dia mengerti dirinya dan tidak ada usaha yang maju atau sukses tanpa dia mengerti usahanya karena semuanya itu adalah atas dasar satu kehendak yaitu kehendak Allah dan bukanlah kehendak manusia.
Begitu pula suatu bangsa atau negara, apabila suatu bangsa atau negara itu mengerti akan hakekat berbangsa dan bernegara dan mengerti hakekat dari pada dirinya maka tidak akan mungkin terjadi perpecahan dan tidak akan muncul tragedi teroris yang selama ini selalu dituduhkan kedalam diri Islam.
Di dunia dan alam semesta ini hanya ada satu kekuatan yaitu kekuatan Allah (Wa Lam Yakun Lahu Kufuwan Ahad) dan segala apapun yang terjadi di dunia ini adalah kehendak Allah.  Amerika bukanlah negara super power, Rusia juga bukan negara super power karena kekuatan yang dimiliki oleh masing-masing negara di dunia ini hanyalah bersifat fatamorgana atau ilusi belaka.
Jika Allah berkehendak satu negara itu hancur, akan hancurlah negara itu dan begitu pula apabila Allah berkehendak dunia ini hancur akan hancurlah dunia.
Tetapi jika Allah berkehendak suatu bangsa itu maju maka akan majulah bangsa itu, dan semua ini adalah kehendak Allah dan Allah akan melihat dan memilih bangsa atau negara mana yang harus dihancurkan dan bangsa atau negara mana yang harus dibangkitkan dan siapa-siapa yng dekat dan mengenal akan Allah maka itulah yang akan diselamatkan oleh Allah.
Negara atau Bangsa Indonesia tidak pernah bercita-cita untuk menjadi negara super power seperti negara-negara lainnya tetapi negara atau bangsa Indonesia hanya bercita-cita untuk menjadi "Mercusuar" dunia, dan inilah cita-cita bangsa Indonesia yang sudah diprakarsai atau dijalankan oleh almarhum Presiden R.I yang pertama yaitu Soekarno atau lebih dikenal dengan nama "Bung Karno".

HAKEKAT DAN KEDUDUKAN TAUHID

Tauhid merupakan kewajiban utama dan pertama yang diperintahkan Alloh kepada setiap hamba-Nya. Namun, sangat disayangkan kebanyakan kaum muslimin pada zaman sekarang ini tidak mengerti hakekat dan kedudukan tauhid. Padahal tauhid inilah yang merupakan dasar agama kita yang mulia ini. Oleh karena itu sangatlah urgen bagi kita kaum muslimin untuk mengerti hakekat dan kedudukan tauhid. Hakekat tauhid adalah mengesakan Alloh. Bentuk pengesaan ini terbagi menjadi tiga, berikut penjelasannya.

Mengesakan Alloh dalam Rububiyah-Nya
Maksudnya adalah kita meyakini keesaan Alloh dalam perbuatan-perbuatan yang hanya dapat dilakukan oleh Alloh, seperti mencipta dan mengatur seluruh alam semesta beserta isinya, memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat dan lainnya yang merupakan kekhususan bagi Alloh. Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Orang-orang yang mengingkari hal ini, seperti kaum atheis, pada kenyataannya mereka menampakkan keingkarannya hanya karena kesombongan mereka. Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini terjadi kecuali ada yang membuat dan mengaturnya. Mereka hanyalah membohongi kata hati mereka sendiri. Hal ini sebagaimana firman Alloh “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). (Ath-Thur: 35-36)
Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah ini tidaklah menjadikan seseorang beragama Islam karena sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy yang diperangi Rosululloh mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana firman Alloh, “Katakanlah: ‘Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang memiliki ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Alloh.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Alloh.’ Katakanlah: ‘Maka dari jalan manakah kamu ditipu?’” (Al-Mu’minun: 86-89). Dan yang amat sangat menyedihkan adalah kebanyakan kaum muslimin di zaman sekarang menganggap bahwa seseorang sudah dikatakan beragama Islam jika telah memiliki keyakinan seperti ini. Wallohul musta’an.
Mengesakan Alloh Dalam Uluhiyah-Nya
Maksudnya adalah kita mengesakan Alloh dalam segala macam ibadah yang kita lakukan. Seperti shalat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut dan berbagai macam ibadah lainnya. Dimana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua ibadah itu hanya kepada Alloh semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para rosul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Alloh mengenai perkataan mereka itu “Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (Shaad: 5). Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Alloh semata. Oleh karena pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh Alloh dan Rosul-Nya walaupun mereka mengakui bahwa Alloh adalah satu-satunya Pencipta alam semesta.
Mengesakan Alloh Dalam Nama dan Sifat-Nya
Maksudnya adalah kita beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Alloh yang diterangkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rosululloh. Dan kita juga meyakini bahwa hanya Alloh-lah yang pantas untuk memiliki nama-nama terindah yang disebutkan di Al-Qur’an dan Hadits tersebut (yang dikenal dengan Asmaul Husna). Sebagaimana firman-Nya “Dialah Alloh Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, hanya bagi Dialah Asmaaul Husna.” (Al-Hasyr: 24)
Seseorang baru dapat dikatakan seorang muslim yang tulen jika telah mengesakan Alloh dan tidak berbuat syirik dalam ketiga hal tersebut di atas. Barangsiapa yang menyekutukan Alloh (berbuat syirik) dalam salah satu saja dari ketiga hal tersebut, maka dia bukan muslim tulen tetapi dia adalah seorang musyrik.
Kedudukan Tauhid
Tauhid memiliki kedudukan yang sangat tinggi di dalam agama ini. Pada kesempatan kali ini kami akan membawakan tentang kedudukan Tauhid Uluhiyah (ibadah), karena hal inilah yang banyak sekali dilanggar oleh mereka-mereka yang mengaku diri mereka sebagai seorang muslim namun pada kenyataannya mereka menujukan sebagian bentuk ibadah mereka kepada selain Alloh, baik itu kepada wali, orang shaleh, nabi, malaikat, jin dan sebagainya.
Tauhid Adalah Tujuan Penciptaan Manusia
Alloh berfirman, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56) maksud dari kata menyembah di ayat ini adalah mentauhidkan Alloh dalam segala macam bentuk ibadah sebagaimana telah dijelaskan oleh Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhu, seorang sahabat dan ahli tafsir. Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia di dunia ini hanya untuk beribadah kepada Alloh saja. Tidaklah mereka diciptakan untuk menghabiskan waktu kalian untuk bermain-main dan bersenang-senang belaka. Sebagaimana firman Alloh “Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main. Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan, tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian.” (Al Anbiya: 16-17). “Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Al-Mu’minun: 115)
Tauhid Adalah Tujuan Diutusnya Para Rosul
Alloh berfirman, “Dan sungguh Kami telah mengutus rosul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Alloh, dan jauhilah Thaghut itu’.” (An-Nahl: 36). Makna dari ayat ini adalah bahwa para Rosul mulai dari Nabi Nuh sampai Nabi terakhir Nabi kita Muhammad shollallohu alaihi wa sallam diutus oleh Alloh untuk mengajak kaumnya untuk beribadah hanya kepada Alloh semata dan tidak memepersekutukanNya dengan sesuatu apapun. Maka pertanyaan bagi kita sekarang adalah “Sudahkah kita memenuhi seruan Rosul kita Muhammad shollallohu alaihi wa sallam untuk beribadah hanya kepada Alloh semata? ataukah kita bersikap acuh tak acuh terhadap seruan Rosululloh ini?” Tanyakanlah hal ini pada masing-masing kita dan jujurlah…
Tauhid Merupakan Perintah Alloh yang Paling Utama dan Pertama
Alloh berfirman, “Sembahlah Alloh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (An-Nisa: 36). Dalam ayat ini Alloh menyebutkan hal-hal yang Dia perintahkan. Dan hal pertama yang Dia perintahkan adalah untuk menyembahNya dan tidak menyekutukanNya. Perintah ini didahulukan daripada berbuat baik kepada orang tua serta manusia-manusia pada umumnya. Maka sangatlah aneh jika seseorang bersikap sangat baik terhadap sesama manusia, namun dia banyak menyepelekan hak-hak Tuhannya terutama hak beribadah hanya kepada Alloh semata.
Itulah hakekat dan kedudukan tauhid di agama kita, dan setelah kita mengetahui besarnya hal ini akankah kita tetap bersikap acuh tak acuh untuk mempelajarinya?
***



HAKEKAT DAN TUJUAN

Pendidikan tinggi pada hakekatnya merupakan upaya sadar untuk meningkatkan kadar ilmu pengetahuan dan pengamalan bagi mahasiswa dan lembaga dimana upaya itu bergulir menuju sasaran - sasaran pada tujuan yang ditetapkan. Dalam sejarah perjalanan pendidikan tinggi, upaya tersebut tidak berjalan diatas lajur - lajur yang licin yang bebas hambatan dan rintangan.
Perguruan tinggi sebagai lembaga merupakan komunitas hidup dinamik dalam perannya menumbuh-dewasakan kadar intelektual , emosional dan spirirtual para mahasiswa , bergumul dengan nilai - nilai kehidupan kemasyarakatan , mengejar dan mendiseminasikan pengetahuan sebagai pengabdian bagi kemajuan masyarakat. dalam posisi dan perannya ini lembaga pendidikan tinggi merupakan mercu suar kebajikan dan kemaslahatan , tidak seperti menara gading yang merupakan monumen mati sebagai simbol belaka.
Lembaga pendidikan tinggi menjadi benteng kebenaran dan kejujuran ilmiah yang memancarkan potensi prestasinya kepada lingkunan masyarakt di sekitarnya bahkan bagi umat manusia.
Tujuan Pendidikan Tinggi
Tujuan pendidikan tinggi pada dasarnya hendak turut memelihara keseimbangan wacana kehidupan sistem kelembagaan masyarakat yang hakekatnya berarah ganda menuju kadar intelektual meningkat dan kedewasaan moral dimana diperlukan pendekatan khusus untuk penyelesaian permasalahannya. Penyelesaian tersebut memerlukan pendekatan kommpromistis.
Dalam menghadapi permasalah pembangunan, pendidikan tinggi tidak sekedar proaktif berpartisipasi dalam pembangunan meterial jangka pendek, harus berpegang teguh pada berbagai keyakinan yang secara fundamental memberikan watak pada misi pendidikan tinggi, yaitu perhatian yang mendalam pada etika dan moral yang luhur.
Didalam keterpurukan yang berlarut hingga dewasa ini , disadari bahwa permasalah utamanya adalah moral dan tatanan moral masyarakat. Ini dapat di lihat dari ketidaktaatan terhadap aturan baku yang telah disepakati bersama, aturan sering dikesampingkan demi kepentingan sesaat. Oleh karena itu urgensi misi pendidikan tinggi kedepan adalah memperbaiki tatanan moral masyarakt, pendidikan tinggi harus memandang tatanan moral sebagai bagian dari mata rantai usaha pendidiakn bagsa , pada hakekatnya merupakan proses regenerasi moral yang luhur.

ADAB MURID KEPADA MURSYD

Adab Murid Kepada Mursyid

Untuk menjaga hubungan yang begitu penting antara seorang murid dan mursyidnya (kekasih Allah), maka seorang murid harus memiliki kriteria-kriteria dan adab-adab serta tata krama seperti yang disebutkan oleh Syaikh Ahmad Al-Khomisykhanawiy, yaitu sebagai berikut;
1. Setelah yakin dan mantap dengan seorang syaikh (mursyid), dia segera mendatanginya seraya berkata: ”Aku datang ke hadapan tuan agar dapat ma’rifat (mengenal ) Allah SWT.. ”setelah diterima oleh sang mursyid, hendaknya ia berkhidmah dengan penuh kecondongan dan penuh kecintaan agar dapat memperoleh penerimaan di hatinya dengan sempurna.
2 Tidak membebani orang lain untuk menyampaikan salam kepada mursyidnya, karena hal seperti itu tidak sopan.
3. Tidak berwudlu di tempat yang bisa dilihat oleh mursyidnya, tidak meludah dan membuang ingus di majlisnya dan tidak melakukan sholat sunnah di hadapannya.
4. Bersegera melakukan apa yang telah diperintahkan oleh mursyidnya dengan tanpa keengganan, tanpa menyepelekan dan tidak berhenti sebelum urusannyan selesai.
5. Tidak menebak-nebak di dalam hatinya terhadap perbuatan- perbuatan mursyidnya. Selama mampu dia boleh menta’wilkannya, namun jika tidak dia harus mengakui ketidak fahamannya.
6. Mau mengungkapkan kepada mursidnya apa–apa yang timbul di hatinya berupa kebaikan maupun keburukan, sehingga dia dapat mengobatinya. Karena mursyid itu ibarat dokter, apabila dia melihat ahwal (keadaan) muridnya dia akan segera memperbaikinya dan menghilangkan penyakitnya.
7. Ash-Shidqu (bersungguh–sungguh) didalam pencarian ma’rifat-nya, sehingga segala ujian dan cobaan tidak mempengaruhinya dan segala celaan serta gangguan tidak akan menghentikannya. Dan hendaknya kecintaan yang jujur kepada mursyidnya melebihi cintanyan terhadap diri, harta, dan anaknya, seraya berkeyakinan bahwa maksudnya dengan Allah SWT. tidak akan kesampaian tanpa wasilah (perantara) mursyidnya (kekasih Allah).
8. Tidak mengikuti segala apa yang biasa diperbuat oleh mursyidnya, kecuali diperintahkan olehnya. Berbeda dengan perkataannya, yang mesti semuanya diikuti. Karena seorang mursyid itu terkadang melakukan sesuatu sesuai dengan tuntutan tempat dan keadaannya, yang bisa jadi hal itu bagi si murid adalah racun yang mematikan.
9. Mengamalkan semua apa yang telah di-talqin-kan oleh mursyidnya, berupa dzikir, tawajuh dan muraqabah. Dan meninggalkan semua wirid dari yang lainnya sekalipun ma’tsur. Karena firasat seorang mursyid menetapkan tertentunya hal itu, merupakan nur dari Allah SWT..

10. Merasa bahwa dirinya lebih hina dari semua makhluk, dan tidak melihat bahwa dirinya memiliki hak atas orang lain serta berusaha keluar dari tanggungan hak–hak pihak lain dengan menunaikan kewajibannya. Dan memutus dari segala ketergantungannya dari selain al-maqshud (Allah SWT.).
11. Tidak meragukan dan mengkhianati mursyidnya dalam urusan apapun. Menghormati dan mengagungkannya sedemikian rupa serta memakmurkan hatinya dengan dzikir yang telah ditalqin-kan padanya.
12. Menjadikan segala keinginannya baik di dunia maupun di akhirat tidak lain adalah Dzat Yang Maha Tunggal, Allah SWT.. Sebab jika tidak demikian berarti dia hanya mengejar kesempurnaan dirinya sendiri.
13. Tidak membantah pembicaraan mursyidnya, sekalipun menurut dirinya benar. Bahkan hendaknya berkeyakinan bahwa salahnya mursyid itu lebih kuat (benar) dari pada apa yang benar menurut dirinya. Dan tidak memberi isyarah (keterangan ) jika tidak ditanya.
14. Tunduk dan pasrah terhadap perintah mursyidnya dan orang- orang yang mendahuluinya berkhidmah, yakni para khalifah (orang–orang kepercayaan mursyid) dari para muridnya, sekalipun secara lahiriyyah amal ibadah mereka lebih sedikit di banding dengan ibadahnya.
15. Tidak mengadukan hajatnya selain pada mursyidnya. Jika dalam keadaan darurat sementara mursyid tidak ada, maka hendaklah menyampaikan pada orang saleh yang dapat dipercaya, dermawan dan takwa.
16. Tidak suka marah kepada siapapun, karena marah itu dapat menghilangkan nur (cahaya) dzikir. Jika muncul pada dirinya rasa marah kepada seseorang hendaknya segera minta maaf kepadanya. Dan hendaknya tidak memandang remah pada siapapun juga.
:

MURSYD

Mursyid adalah seorang guru yang mampu membimbing kehidupan lahir dan batin. Istilah mursyid adalah dari perkataan mursyidun , maknanya orang yang memimpin.
Setiap orang memerlukan pemimpin yang memimpin dirinya, meskipun orang tersebut adalah ulama, ustaz, hafiz, pakar Islam atau muallim, lebih-lebih lagi orang awam yang kurang ilmu dan kurang faham tentang Islam.
Orang yang memimpin (mursyidun), dia tidak sama dengan muallim (orang berilmu). Juga dia tidak sama dengan ustaz atau guru. Sebab muallim itu hanya memberi ilmu. Mereka hanya memandang faktor luar dan akal, tidak memandang faktor batin.Dengan izin Allah, seorang mursyid diberi ilmu-ilmu yang luar biasa. Ada ilmu lahir dan batin. Bukan saja dia mampu memimpin akal orang tetapi hati (roh) orang juga boleh dipimpinnya.

PENGERTIAN MURSID

Pengertian Mursyid PDF Cetak Surel
Mursyid adalah sebutan untuk seorang guru pembimbing dalam dunia thoriqoh, yang telah memperoleh izin dan ijazah dari guru mursyid diatasnya yang terus bersambung sampai kepada guru mursyid Shohibuth Thoriqoh yang musalsal dari Rasulullah SAW untuk mentalqin dzikir/ wirid thoriqoh kepada orang-orang yang datang meminta bimbingannya (murid). Dalam thoriqoh Tijaniyyah sebutan untuk mursyid adalah “muqoddam”.
Mursyid mempunyai kedudukan yang penting dalam ilmu thoriqoh. Karena ia tidak saja merupakan seorang pembimbing yang mengawasi murid-muridnya dalam kehidupan lahiriyyah sehari-hari agar tidak menyimpang dari ajaran islam dan terjerumus dalam kemaksiatan, tetapi ia juga merupakan pemimpin kerohanian bagi para muridnya agar bisa wushul (terhubung) dengan Allah SWT. Karena ia merupakan washilah (perantara) antara si murid dengan Allah SWT. Demikian keyakinan yang terdapat dikalangan ahli thoriqoh.
Oleh karena itu, jabatan ini tidak boleh di pangku oleh sembarang orang, sekalipun pengetahuannya tentang ilmu thoriqoh cukup lengkap.Tetapi yang terpenting ia harus memiliki kebersihan rohani dan kehidupan batin yang tulus dan suci.
Bermacam-macam sebutan yang mulia diberikan kepada seorang guru musyid ini; seperti Nasik (orang yang sudah mengerjakan mayoritas perintah agama), Abid (orang yang ahli dan ikhlas mengerjakan segala ibadahnya), Imam (orang yang ahli memimpin tidak saja dalam segala bentuk ibadah syariat, tetapi juga masalah aqidah/keyakinan), Syaikh (orang yang menjadi sesepuh atau yang dituakan dari suatu perkumpulan), Saadah (penghulu atau orang yang dihormati dan diberi kekuasaan penuh) dan lain sebagainya.
Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdy, seorang penganut thariqah Naqsyabandiyah yang bermazhab syafi’i dalam kitabnya Tanwirul Qulub Fi Muamalati Allamil Ghuyub menyatakan bahwa yang dinamakan Syaikh/Mursyid itu adalah orang yang sudah mencapai maqom Rijalul Kamal, seorang yang sudah sempurna suluk/lakunya dalam syari’at dan hakikat menurut Al Qur’an, sunnah dan ijma’. Hal yang demikian itu baru terjadi sesudah sempurna pengajarannya dari seorang mursyid yang mempunyai maqom (kedudukan) yang lebih tinggi darinya, yang terus bersambung sampai kepada Rasulullah Muhammad SAW, yang bersumber dari Allah SWT dengan melakukan ikatan-ikatan janji dan wasiat (bai’at) dan memperoleh izin maupun ijazah untuk menyampaikan ajaran suluk dzikir itu kepada orang lain.
Seorang mursyid yang diakui keabsahanya itu sebenarnya tidak boleh dari seorang yang jahil, yang hanya ingin menduduki jabatan itu karena didorong oleh nafsu belaka.
Mursyid yang arif yang memiliki sifat-sifat dan kesungguhan seperti yang tersebut di atas itulah yang diperbolehkan memimpin suatu thariqah.
Mursyid merupakan penghubung antara para muridnya dengan Allah SWT, juga merupakan pintu yang harus dilalui oleh setiap muridnya untuk menuju kepada Allah SWT. Seorang syaikh /mursyid yang tidak mempunyai mursyid yang benar di atasnya, menurut Al-Kurdy, maka mursyidnya adalah syetan. Seseorang tidak boleh melakukan irsyad (bimbingan) dzikir kepada orang lain kecuali setelah memperoleh pengajaran yang sempurna dan mendapat izin atau ijazah dari guru mursyid di atasnya yang berhak dan mempunyai silsilah yang benar sampai kepada Rasulullah SAW.
Al-Imam Ar-Roziy menyatakan bahwa seorang syaikh yang tidak berijazah dalam pengajarannya akan lebih merusakkan terhadap para muridnya daripada memperbaikinya, dan dosanya sama dengan dosa seorang perampok, karena dia menceraikan murid-murid yang benar dari pemimpin-pemimpinnya yang arif.

 
C
d

Cita cita


"din"kenapa kamu cepat pulang..?mbolos,.."mak"?knapa mbolos "din"?..ah emak protes melulu,emang ga boleh kalo udin mbolos..lantas kalo guru mbolos boleh atau pegawai negri mbolos boleh dan udin ga boleh,gitu..."mak"?curang mak,curang mak....udin kan pengin jadi pegawai negri..biar bisa mbolos iya ga...hahahaha......